Konsep meningkatkan performans ternak dengan
menggunakan enzim sebetulnya bukan hal yang baru, hal ini sudah dimulai sekitar
tahun 1950-an. Sebagai contoh penggunaan enzim amilase pada pakan ternak
unggas yang menggunakan barley yang bertujuan meningkatkan ketersediaan pati
untuk unggas, akan tetapi pendekatan tersebut kurang berhasil karena
ketidaksesuaian target substrat. Pada tahun 1970-an dengan
perkembangan teknologi mikroba yang lebih maju telah ditemukan enzim
b-glukanase untuk pakan yang menggunakan barley, atau pentosanase untuk
pakan yang menggunakan rye atau gandum (Choct, 1997).
Keberhasilan penggunaan enzim yang diterangkan di atas dapat dikatakan sebagai
generasi pertama penggunaan enzim untuk pakan ternak. Perkembangan
generasi selanjutnya sekarang ini untuk penggunaan enzim ditujukan pada
beberapa sasaran. Lyons (1997) menjelaskan beberapa sasaran yang harus
dipecahkan untuk mengatasi keterbatasan penggunaan bahan makanan dengan
perlakuan enzim dimasa depan. Pertama, ditujukan untuk
mengurangi biaya protein yang digunakan pada kacang kedelai. Sasaran yang
ingin dicapai yaitu penggunaan enzim a-galaktosidase, yaitu enzim yang
mendegradasi oligosakarida dari kedelai dan menghasilkan sekitar 15% energi
yang lebih tinggi dibanding tanpa penggunaan enzim. Selain itu sasaran
yang ingin dicapai yaitu penggunaan enzim endopeptidase yang bertujuan
memperbaiki kecernaan asam amino untuk ternak unggas. Enzim tersebut
dikenal dengan istilah vegpro. Kedua, ditujukanuntuk
memperbaiki penggunaan lemak. Enzim lipase yang digunakan ternyata
dapat meningkatkan kandungan energi metabolis dari dedak padi. Penggunaan
enzim ini dapat meningkatkan penggunaan dedak padi sampai 30%, yang dapat
menurunkan biaya pakan secara keseluruhan. Ketiga, penggunaanpitase
untuk mengurangi pencemaran posfat. Dasar pemikiran penggunaan enzim ini
adalah pada sebagian besar biji-bijian yang digunakan sebagai pakan untuk
ternak mengandung posfor dalam bentuk fitat. Ternak non ruminansia
mempunyai keterbatasan untuk menghasilkan enzim fitase, dan banyak menambahkan
posfor anorganik dalam pakan. Umumnya fitat berada dalam bentuk kopleks
dengan protein, pektin dan polisakarida bukan pati, sehingga untuk mengatasinya
dapat digunakan multi enzim. Salah satu produk enzim yang telah
dikembangkan adalah Allzyme phytase yang ternyata dapat meningkatkan
efesiensi pakan, litter yang lebih kering, dan pertumbuhan yang lebih
baik. Selain itu dengan penggunaan fitase dalam ransum dapat menurunkan
penggunaan fosfor dalam ransum sampai tingkat 40% tanpa menimbulkan efek terhadap
produksi dan kualitas telur yang dihasilkan ayam petelur. Keempat, Penggunaan
enzim yang mampu mencerna serat dan stabil dari degradasi rumen pada ternak
ruminansia. Manfaat penggunaan enzim ini adalah dapat
mempertahankan aktivitasnya karena sudah diproteksi dan berisi multienzim
untuk mencerna selulosa kompleks.
Beberapa sasaran
diatas menunjukkan bahwa penggunaan enzim sangat terkait dengan target substrat
yang ada dalam bahan makanan, hal ini berkaitan dengan segi spesifitas dari
kerja enzim. Enzim akan bekerja secara efektif bila substrat yang
menjadi target kerja enzim itu sesuai dengan jenis enzimnya. Faktor
lainnya yang berpengaruh terhadap keberhasilan penggunaan enzim yaitu target
jenis ternak yang akan digunakan. Sebagai contoh, saluran pencernaan
unggas mempunyai keterbatasan untuk mendegradasi karbohidrat bukan pati
(NSP). Kandungan NSP yang tinggi dalam bahan makanan juga akan menurunkan
kecernaan nutrien lainnya seperti protein, kalau kita memberikan bahan makanan
yang mengandung NSP yang tinggi seperti bungkil kedelai atau bungkil biji bunga
matahari berarti kita memerlukan teknologi baru untuk mengatasi
keterbatasannya, yaitu menggunakan enzim. Hasil yang diharapkan dengan
perlakuan enzim adalah kecernaan NSP yang meningkat dan juga meningkatnya
kecernaan terhadap protein dan lemak (De Jong and Schute, 1996).
Sasaran penting yang menunjang keberhasilan
dalam pemanfaatan teknologi enzim untuk meningkatkan kualitas bahan makanan
ternak dapat kita rumuskan kedalam dua hal, yaitu dari segi ternaknya dan
dari faktor anti nutrisi atau faktor pembatas yang dikandung oleh bahan
makanan tersebut. Informasi mengenai keterbatasan bahan makanan baik yang
bersifat konvensional, dan terutama yang bersifat non konvensional
berupa limbah pertanian dan limbah industri sangat kita perlukan untuk
menunjang keberhasilan penggunaan teknologi enzim.
blognya bagus
BalasHapusohh..ternyata penggunaan enzim dalam pakan itu berkaitan dengan daya cerna ya??
BalasHapusblog bagus kira2 kalau beli multi enzim kira harga berapa pakdan nomer hp yang bisa dihubungi
BalasHapus